Sahabat-Sahabat Maria

 

Berdoa Rosario Bersama Petrus Josef Triest



Br. René Stockman, FC

Pimpinan General 

Biara Pusat Kongregasi Bruder Karitas

Roma - Italy


(c) Hak Cipta ada pada Br. Rene Stockman FC



Introduksi

“Maria berhati keibuan bagi kita, hati yang penuh kasih, hati yang penuh kelembutan, yang selalu siap untuk menolong kita.  Maka aku tak ragu-ragu bahwa kalian sangat berdevosi kepada Ratu Surga dan Bumi ini, dan bahwa sebagai hasilnya kalian berdoa setiap hari untuk menghormatinya dan mengingatnya.  Namun di antara segala doa, rosariolah yang paling ia sukai. 

 

Sementara kalian bekerja seperti para hamba atau beristirahat atau tidur, ada ribuan jiwa-jiwa suci dan benar  yang berdoa rosario dengan penuh semangat bagimu dan bagi mereka sendiri.  Tak putus-putusnya, mereka berdoa kepada Tuhan agar Ia memberimu rahmat dan belas kasihan. 


Memang dialah Bunda Belas Kasih khususnya pada saat ajal kita.

Orang yang mendoakan rosario dengan devosi itu laksana seekor lebah rohani yang hinggap pada bunga-bunga yang terindah, lain kata, pada misteri-misteri pokok hidup Yesus untuk mengambil madu kesalehan darinya. 

Dengan perkataan ini, Rama Triest memasuki realitas sepenuhnya dari Gereja Katolik yang dipimpin oleh Paus Yohanes Paulus II yang menganjurkan doa Rosario dalam surat apostoliknya berjudul “Rosarium Virginis Mariae.”  “Dengan Rosario, umat Kristiani duduk di sekolah Maria dan dibimbing untuk merenungkan keindahan wajah Kristus dan menghayati kedalaman kasihNya,” begitu kata Paus dalam suratnya.

Kami ingin mempersilahkan Rama Triest yang sangat berdevosi kepada Maria membimbing kita sementara kita mendoakan Rosario.  Anjuran-anjurannya tetaplah tepat bahkan di masa kita sekarang ini:  “Maka berlindunglah pada Maria, Bunda Yesus yang telah Dia serahkan kepada kita sebagai Ibu.  Dialah perlindungan bagi para pendosa, selalu siap menjadi perantara kita kepada Puteranya dan mendamaikan kita denganNya sehingga kita dapat memperoleh pengampunan dosa dan rahmat untuk bertahan dalam kasih dan persahabatan Tuhan.”

Penuh keyakinan, kita berdoa bersama Rama Triest: “O Perawan yang termurni, engkau telah terkandung tanpa noda, dan tumbuh dalam rahmat hingga akhir hayatmu.  Janganlah engkau biarkan kami sekalipun untuk menyimpang dari kewajiban atau rahmat.  Dikaulah Bunda Belas Kasih bagi kami semua.  Maka kami bersujud di hadapanmu dengan penuh kepercayaan kepadamu.  Semoga hati kami dipenuhi oleh kasih.”

Roma, 31 Mei 2003
Pesta Maria mengunjungi Elisabet
Br. René Stockman

I.  Persitiwa-Peristiwa Gembira


1.1.

Maria menerima Kabar Gembira



“Dalam bulan yang keenam Allah menyuruh malaikat Gabriel pergi ke sebuah kota di Galilea bernama Nazaret, kepada seorang perawan yang bertunangan dengan seorang bernama Yusuf dari keluarga Daud; nama perawan itu Maria”
(Luk 1:26-27)


“Ketika malaikat mewartakan kepada Maria bahwa dia akan menerima Sabda Ilahi, dia menunjukkan kepadanya keagungan Yesus, yang akan diterimanya melalui pakaian kesucian dan keadilan yang akan dikenakannya.  Maria sendiri, mahluk teragung dari segalanya, juga yang tersuci; dan kepenuhan rahmat inilah yang menjadi miliknya dan mengagungkannya.  Tanpa Roh Kudus, tanpa rahmat, semuanya yang terhormat di mata manusia adalah sia-sia belaka.  Sebab memang apa gunanya kecerdasan dan talenta manusia fana tanpa cahaya Roh Kudus, tanpa rahmat?”
(P.Y. Triest – Khotbah Tanpa Tanggal)


1.2.

Maria mengunjungi Elisabet, saudarinya



“Beberapa waktu kemudian berangkatlah Maria dan langsung berjalan ke pegunungan menuju sebuah kota di Yehuda.  Di situ ia masuk ke rumah Zakharia dan memberi salam kepada Elisabet.  Dan ketika Elisabet mendengar salam Maria, melonjaklah anak yang di dalam rahimnya dan Elisabet pun penuh dengan Roh Kudus, lalu berseru dengan suara nyaring: “Diberkatilah engkau di antara semua perempuan dan diberkatilah buah rahimmu.”
(Luk 1:39-42)


“Aku berhutang padamu saat jagaku, perhatianku, usahaku, istirahatku, tidak hanya pada saat-saat tertentu tetapi setiap saat, setiap hari dan setiap malam, bahkan meski menempuh jalan-jalan yang jauh, buruk dan berlumpur.  Panggillah aku kapanpun kalian menginginkannya dan jangan sisakan aku, jangan takut untuk menggangguku.  Aku bahagia bila seturut teladan Yesus Kristus, Guruku, aku dapat mengorbankan untukmu  waktu istirahatku, kesehatanku dan bahkan nyawaku sendiri.”
(P.Y. Triest – Khotbah 1802)


1.3.

Yesus dilahirkan di kandang Betlehem



“Demikian juga Yusuf pergi dari kota Nazaret di Galilea ke Yudea, ke kota Daud yang bernama Betlehem , -- karena ia berasal dari keluarga dan keturunan daud – supaya didaftarkan bersama-sama dengan Maria, tunangannya, yang sedang mengandung. Ketika mereka di situ tibalah waktunya, bagi Maria untuk bersalin, dan ia melahirkan seorang anak laki-laki, anaknya yang sulung, lalu dibungkusnya dengan lampin dan dibaringkannya di dalam palungan, karena tidak ada tempat bagi mereka di rumah penginapan.”
(Luk 2:4-7)


“Adakah hal yang lebih ajaib selain persatuan antara kodrat ilahi dan manusiawi?  Adakah hal yang lebih ajaib selain inkarnasi, kelahiran, hidup dan wafat Penyelamat dunia, yang mentakjubkan dan mengherankan itu? “ 
(P.Y. Triest – Khotbah Tanpa Tanggal)


1.4.

Yesus dipersembahkan dalam Bait Allah



“Dan ketika genap waktu pentahiran, menurut hukum Taurat Musa, mereka membawa Dia ke Yerusalem untuk menyerahkanNya kepada Tuhan, seperti ada tertulis dalam hukum Tuhan: ‘Semua anak laki-laki sulung harus dikuduskan bagi Allah,’  dan untuk mempersembahkan korban menurut apa yang difirmankan dalam hukum Tuhan, yaitu sepasang burung tekukur atau dua ekor anak burung merpati.”
(Luk 2:22-24)


“Kalau mereka ingin mengandalkan kekuatan mereka sendiri, mereka menipu diri.  Allah akan menarik tanganNya, dan kemudian mereka akan menjadi tidak berdaya.  Tetapi melalui doa mereka akan memperoleh segala sarana yang perlu untuk melayani kaum sakit sebagaimana diharapkan, untuk menguduskan diri, dan untuk membangun sesama dengan memberikan teladan yang baik. “
(P.Y. Triest – Teks 1833)


1.5.

Yesus diketemukan dalam Bait Allah



“Tiap-tiap tahun orang tua Yesus pergi ke Yerusalem pada hari raya Paskah.  Ketika Yesus telah berumur dua belas tahun pergilah mereka ke Yerusalem seperti yang lazim pada hari raya itu.  Sehabis hari-hari perayaan itu, ketika mereka berjalan pulang, tinggallah Yesus di Yerusalem tanpa diketahui orang tuaNya.  Karena mereka menyangka bahwa Ia ada di antara orang-orang seperjalanan mereka, berjalanlah mereka sehari perjalanan jauhnya, lalu mencari Dia di antara kaum keluarga dan kenalan mereka.  Karena mereka tidak menemukan Dia, kembalilah mereka ke Yerusalem sambil terus mencari Dia.  Sesudah tiga hari mereka menemukan Dia dalam Bait Allah.  Ia sedang duduk di tengah-tengah alim ulama, sambil mendengarkan mereka dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada mereka. Dan semua orang yang mendengar Dia sangat heran akan kecerdasanNya dan segala jawaban yang diberikanNya.”
(Luk 2:41-47)

“Kita tahu bahwa perintah yang terutama dan terbesar dari semuanya mengatakan bahwa kita harus mengasihi Tuhan dengan segenap hidup kita.  Bagaimana kita dapat hidup sesuai dengan perintah tsb?  Dalam Perjanjian Lama, Tuhan menghendaki agar di atas altar harus selalu ada api.  Untuk menjaga agar api ini selalu bernyala, imam harus menaruh kayu di bawahnya secara teratur.  Bukankah situasinya sama pula dalam hal kasih kita kepada Tuhan?  Dan apakah arti berdoa terus-menerus?  Selalu berdoa tak lain ialah menghendaki hidup yang terberkati itu, yakni hidup abadi, sepanjang waktu dari Dia, satu-satunya yang dapat memberikannya.  Bila kita berusaha mempersembahkan kecemasan-kecemasan kita sehari-hari dan mengusahakan waktu untuk berdoa, Allah akan selalu mengasihi kita.” 
(P.Y. Triest –Ceramah Upacara Oblasi)

I.                Persitiwa-Peristiwa Cahaya

2.1.

Yesus dibaptis di Sungai Yordan



“Sesudah dibaptis, Yesus segera keluar dari air dan pada waktu itu juga langit terbuka dan Ia melihat Roh Allah seperti burung merpati turun ke atasNya, lalu terdengarlah suara dari sorga yang mengatakan: “Inilah Anak yang Kukasihi, kepadaNyalah Aku berkenan.”
(Mat 3:16-17)


“Air pembaptisan memurnikan jiwa kita dari segala keaiban yang menodainya.  Kita menjadi anak Allah, anggota Yesus Kristus, dan kenisah Roh Kudus.  Jagalah dirimu dari segala perbuatan yang tak sesuai dengan kekudusan kenisah Roh Kudus ini, yakni tubuhmu.  Untuk kita sendiri, hendaklah kita mencari kemuliaan hanya dengan menjadi anak-anak Allah, anggota-anggota Yesus Kristus dan kenisah-kenisah Roh Kudus.”
(P.J. Triest –Khotbah Tak Bertanggal)


2.2.

Yesus membuat mukjizat pertama di Kana



“Pada hari ketiga ada perkawinan di Kana yang di Galilea, dan ibu Yesus ada di situ; Yesus dan murid-muridNya diundang juga ke perkawinan itu.  Ketika mereka kekurangan anggur, ibu Yesus berkata kepadaNya: ‘Mereka kehabisan anggur.’ Kata Yesus kepadanya: ‘Mau apakah engkau daripadaKu, ibu?  SaatKu belum tiba.’  Tetapi ibu Yesus berkata kepada pelayan-pelayan: ‘Apa yang dikatakan kepadamu, buatlah itu!’”
(Yoh 2:1-5)



“Maka minta tolonglah kepada Maria, Bunda Yesus, yang telah Dia serahkan kepada kita sebagai Ibu.  Dialah tempat berlindung para pendosa, yang selalu siap menjadi perantara kita terhadap Puteranya dan mendamaikan kita denganNya sehingga kita memperoleh pengampunan dosa dan rahmat untuk bertekun dalam kasih dan persahabatan Tuhan hingga saat ajal hidup kita, dan pada akhirnya, meninggal dalam rahmat dan menikmati wajah Tuhan dalam kebahagiaan abadi.” 
(P.Y. Triest – Khotbah Pesta tgl. 2 Februari)


2.3.

Yesus mewartakan Kerajaan Allah


“Waktunya telah genap; Kerajaan Allah sudah dekat.  Bertobatlah dan percayalah kepada Injil!”
(Mrk 1:15)


“Tidak dengan gegabah saya berkata sesuai dengan Kitab Suci: ‘Kamulah tuhan-tuhan di muka bumi ini.’  Sungguh, kalian menyamai Penyelenggaraan Ilahi, karena kalian memberi makan kaum miskin Yesus Kristus, kalian menurunkan manna bagi kaum lapar, kalian memuaskan mereka yang kehausan.  Kalian memahami kesedihan kaum malang, miskin dan sakit yang tidak pernah menikmati hari yang menyenangkan; bagi mereka yang boleh dikata matahari tak lagi bersinar, dan bahwa bumi hanya menumbuhkan bunga-bunga bagi kaum kaya saja, sementara bagi kaum miskin hanya semak duri belaka; orang-orang malang yang kekurangan dalam segala hal dan lebih menyerupai orang mati daripada orang hidup.  Dengan memberikan pakaian kepada orang-orang itu, menyiapkan obat-obatan bagi penyakit mereka, yang menyembuhkan sama sekali atau sekurang-kurangnya mengurangi rasa sakit mereka; memberi mereka tempat tidur dan memungkinkan mereka mengistirahatkan tubuh mereka yang terluka dan sakit di atasnya; merawat luka-luka mereka yang kotor dan berbau untuk memberi mereka kesembuhan; tidakkah semuanya itu berarti membangkitkan mereka dan mengangkat mereka dari kedalaman maut, menerbitkan matahari, dan menghasilkan bumi dan surga baru bagi mereka? “ 
(P.Y. Triest – Surat Kepada Para Suster Karitas, tgl. 30 Desember 1828).


2.4.

Yesus dimuliakan di atas gunung



“Enam hari kemudian Yesus membawa Petrus, Yakobus dan Yohanes saudaranya, dan bersama-sama dengan mereka Ia naik ke sebuah gunung yang tinggi.  Di situ mereka sendiri saja.  Lalu Yesus berubah rupa di depan mata mereka; wajahNya bercahaya seperti matahari dan pakaianNya menjadi putih bersinar seperti terang.”
(Mat 17:1-2)


“Sungguh merupakan sumber kegembiraan dan kebahagiaan untuk hidup bersama dalam sebuah rumah dimana kita hanya berjumpa dengan para malaikat, dimana kita mendengarkan puji-pujian kepada Tuhan, dimana hanya tercium bau dupa yang harum semerbak, dimana orang-orang meninggalkan kapela dengan semangat kasih, dengan tenang, dimana hanya karya cinta kasih yang dikerjakan, dimana tak ada api selain api hati yang berkobar-kobar dengan kasih ilahi; dimana tak ada keluhan selain untuk membuktikan kasih yang lebih besar lagi kepada satu sama lain; dimana kita hanya melihat air mata belas kasih yang bercucuran.” 
(Surat Kepada Para Suster Karitas, 1829)


2.5.

Yesus menetapkan Perjamuan Ekaristi



“Dan ketika mereka sedang makan, Yesus mengambil roti, mengucap berkat, memecah-mecahkannya lalu memberikannya kepada murid-muridNya dan berkata: “Ambillah, makanlah, inilah tubuhKu.”
(Mat 26:26)


“Memang, saudara-saudariku yang terkasih, kasihNya tampak lebih besar dalam Sakramen Kudus ini daripada dalam misteri misteri inkarnasiNya...  Seakan-akan Dia menyerahkan keilahianNya dengan menjadi manusia, namun dalam Sakramen Kudus ini tampak Dia bahkan menyerahkan kemanusiaanNya.  Dalam inkarnasiNya, Dia mengambil rupa seorang hamba, namun dalam Sakramen ini dia menyembunyikan diri dalam rupa roti.  Jika dia mewariskan kepada kalian harta yang begitu berharga seperti ini, betapa besar rasa syukur, kelembutan hati dan rasa hormat yang harus kita berikan kepadaNya, khususnya tatkala kalian menerima Sakramen Kudus ini!” 
(P.Y. Triest – Khotbah Tak Bertanggal)


III.  Persitiwa-Peristiwa Sedih
 
3.1.
 
Yesus dalam sakrat maut di Taman Getsemani



Maka sampailah Yesus bersama-sama murid-muridNya ke suatu tempat yang bernama Getsemani.  Lalu Ia berkata kepada murid-muridNya: “Duduklah di sini, sementara Aku bergi ke sana untuk berdoa.”  Dan Ia membawa Petrus dan kedua anak Zebedeus sertaNya.  Maka mulailah Ia merasa sedih dan gentar, lalu kataNya kepada mereka: ‘HatiKu sangat sedih, seperti mau mati rasanya.  Tinggallah di sini dan berjaga-jagalah dengan Aku.’  Maka Ia maju sedikit, lalu sujud dan berdoa, kataNya: ‘Ya BapaKu, jikalau sekiranya mungkin, biarlah cawan ini lalu daripadaKu, tetapi janganlah seperti yang Kukehendaki, melainkan seperti yang Engkau kehendaki.’”
(Mat 26:36-39)


“Aku tergerak untuk menyoroti hal nilai waktu yang tak terkira besarnya di hadapan kalian.  Aku ingin mengungkapkan pemikiranku dalam tiga pokok:  Pertama, waktu itu berharga, jadi kita harus mementingkannya;  Kedua, waktu itu singkat dan berlalu dengan cepat, maka kita harus memanfaatkan sebaik-baiknya;  Ketiga, waktu takkan berulang kembali, kerusakan yang terjadi takkan dapat diperbaiki, maka kita tidak boleh menyia-nyiakan waktu kita.  Berpikirlah setiap hari, saat fajar, bahwa ini mungkin hari yang terakhir dari hidup kalian.  Buatlah niat untuk mempersembahkan hari itu sepenuhnya kepada Tuhan dan demi keselamatan kalian juga.” 
(P.Y. Triest – Khotbah di Hanswijk, 1797)


3.2.

Yesus didera



“Lalu Pilatus mengambil Yesus dan menyuruh orang menyesah Dia.  Prajurit-prajurit menganyam sebuah mahkota duri dan menaruhnya di atas kepalaNya.  Mereka memakaikan Dia jubah ungu, dan sambil maju ke depan berkata: ‘Salam, hai raja orang Yahudi!’  Lalu mereka menampar mukaNya.”
(Yoh 19:1-3)


“Kuatkan hatimu.  Kristus telah bersedia minum dari piala kepahitan ini.  Dia ingin menyelamatkan kita.  Dia menginginkan keselamatan kita.  Aku mendengar Dia berkata ‘Jadilah kehendakMu’ (Mat 26:42).  ‘Bapa Surgawi, Aku bahkan siap untuk meneteskan darahKu yang terakhir.  Aku siap untuk disesah, dimahkotai duri dan disalibkan demi keselamatan manusia.’  Wahai Penyelamat yang berduka, aku malu bila aku melihat betapa sempurnanya Engkau meninggalkan dirimu sendiri demi kehendak Bapa SurgawiMu untuk mengasihiku; bila aku melihat betapa besar kasihMu ketika menerima piala penderitaan yang pahit ini sementara aku begitu tidak patuh dan keras kepala terhadap perintah-perintahMu dan tidak begitu bersedia untuk menyesuaikan kehendakku dengan kehendak ilahiMu; bahwa aku tak ingin minum dengan sabar dan kasih denganMu tetes terkecil yang jatuh dari pialaMu itu.” 
(P.Y. Triest – Meditasi)


3.3.

Yesus dimahkotai duri



“Kemudian serdadu-serdadu membawa Yesus ke dalam istana, yaitu gedung pengadilan, dan memanggil seluruh pasukan berkumpul.  Mereka mengenakan jubah ungu kepadaNya, menganyam sebuah mahkota duri dan menaruhnya di atas kepalaNya.  Kemudian mereka mulai memberi hormat kepadanya, katanya: ‘Salam, hai raja orang Yahudi!’  Mereka memukul kepalaNya dengan buluh, dan meludahiNya dan berlutut menyembahNya.  Sesudah mengolok-olokkan Dia mereka menanggalkan jubah ungu itu daripadaNya dan mengenakan pula pakaianNya kepadaNya.”
(Mrk 15:16-20)


“Oh, Yesus Kristus, aku amat takut sekiranya aku celaka selamanya karena Engkau adil.  Namun aku juga berharap teguh untuk diselamatkan karena Engkau baik hati dan murah hati, serta maha baik bagiku.  KeilahianMu menakutkanku, namun kemanusiaanmu meneguhkan harapanku.”
(P.Y. Triest – Meditasi)


3.4.

Yesus memanggul salib



“Pada waktu itu lewat seorang yang bernama Simon, orang Kirene, ayah Aleksander dan Rufus, yang baru datang dari luar kota, dan orang itu mereka paksa untuk memikul salib Yesus.  Mereka membawa Yesus ke tempat yang bernama Golgota, yang berarti:
Tempat Tengkorak.”
(Mrk 15:21-22)


“Tiada kondisi hidup tanpa salib: ada salib dalam pernikahan, dalam hidup selibat, di dunia, di biara-biara, bahkan di padang gurun yang terpencil sekalipun.  Ada begitu banyak penyakit, begitu banyak kesulitan, begitu banyak kekecewaan, begitu banyak penyakit jasmani, begitu banyak kejadian sedih!  Kaum miskinlah yang paling menderita akibat kemiskinan mereka.  Dan, karena setiap orang memiliki salibnya sendiri, hal terbaik yang dapat ia lakukan ialah memeluk salib itu dan mengasihinya.”
(P.Y. Triest – Khotbah di Asse, 1791)


3.5.

Yesus wafat di salib



“Ketika itu hari sudah kira-kira jam dua belas, lalu kegelapan meliputi seluruh daerah itu sampai jam tiga, sebab matahari tidak bersinar. Dan tabir Bait Suci terbelah dua.  Lalu Yesus berseru dengan suara nyaring: ‘Ya Bapa, ke dalam tanganMu Kuserahkan nyawaKu.’  Dan sesudah berkata demikian Ia menyerahkan nyawaNya.”
(Luk 23:44-46)


“Sejauh aku tahu, sejak lama aku telah memaafkan musuh-musuhku.  Sekarang di hadapan umum aku memperbarui lagi ketetapan hatiku untuk mengampuni mereka dari lubuk hatiku.  Aku menawarkan pelukan kasih persaudaraan sejati kepada mereka dan tidak menginginkan balas dendam, sebagai gantinya aku berharap agar mereka berdamai dengan Tuhan sehingga kita menjadi sehati dan sebudi, dan dengan demikian menjadi saudara-saudara yang sejati dalam Yesus Kristus.” 
(Khotbah di Ronse, 1802)


IV.  Persitiwa-Peristiwa Mulia
 
4.1.
 
Yesus bangkit dari mati


“Pada hari Sabat mereka itu beristirahat menurut hukum Taurat, tetapi pagi-pagi benar pada hari pertama dalam minggu, mereka pergi kekubur dengan membawa rempah-rempah yang telah mereka persiapkan.  Mereka mendapati batu telah terguling dari pintu kubur itu, dan mereka masuk makam, mereka tidak menemukan jenazah Tuhan Yesus.  Sementara mereka berdiri termangu-mangu karena hal itu, tiba-tiba ada dua orang berdiri dekat mereka memakai pakaian yang berkilau-kilauan.  Mereka sangat ketakutan dan menundukkan kepala tetapi kedua orang itu berkata, “Mengapa kamu mencari Dia yang hidup di antara orang mati?”
(Luk. 24:1-5)


“Dia sungguh telah bangkit untuk memberi kita teladan pertobatan yang sejati dan terang-terangan.  Dia sungguh telah bangkit sehingga kita juga harus dengan sungguh-sungguh dan pasti bertobat.  Inilah bagian pertama.  Dia telah menampakkan diri sebagai seorang yang telah dibangkitkan sehingga kita yang telah ditobatkan harus juga menampakkan diri secara bebas dan murah hati di hadapan kemuliaan Tuhan.  Yesus Kristus sungguh telah bangkit dan Tuhan ingin kita sungguh-sungguh bertobat sesuai dengan teladanNya.  Berbahagia dan kuduslah dia yang dibangkitkan bersama Yesus Kristus menurut prinsip para rasul, hanya tertarik akan hal-hal sorgawi dan mengalihkan diri dari segala hal duniawi, yang tidak mencari kemakmuran dan mengatasi kemalangan, yang merasa bahagia karena memiliki Tuhan dan yang setia kepadaNya demi kepentinganNya saja.”  
(P.J. Triest – Khotbah tak bertanggal)
 
4.2.
 
Yesus naik ke Surga



“Kemudian, setelah berkata kepada mereka, Tuhan Yesus diangkat ke surga dan duduk di sebelah kanan Allah.”
(Mrk. 16,19)


“Setelah wafat, Dia kembali kepada BapaNya dalam sakramen ini.  Dia kembali dari Bapa dan hidup di antara kita;  ini seperti suatu kebangkitan baru.  Dia sungguh seperti apa yang disebutNya sendiri: Roti Kehidupan.  Ah, sahabat-sahabatku, rahmat dan belas kasih apa yang takkan kalian terima jika kalian sering mengunjungi Penyelamat Ilahi dalam Sakramen kasihNya yang kudus ini. Terberkatilah, ya, seribu kali terbekatilah mereka yang mengasihi, memuja dan melayani Yesus Kristus dalam bayangan Sakramen Kudus ini.  Mereka akan memandangNya langsung di surga; mereka akan mengasihi dan memujaNya untuk selama-lamanya.”
(P.J. Triest – Khotbah di Lovendegem, 1809-1810)


 
4.3.
 
Roh Kudus turun atas Para Rasul



“Ketika hari Pentakosta tiba, mereka semua berkumpul di satu tempat.  Tiba-tiba dari langit turunlah suatu bunyi bagaikan deru angin hebat yang memenuhi seluruh rumah di mana mereka duduk.  Dan tampaklah kepada mereka lidah-lidah bagaikan nyala api yang bertebaran lalu hinggap pada mereka masing-masing.  Dan mereka semua dipenuhi dengan Roh Kudus, lalu mulai berbicara dalam bahasa-bahasa lain, sebagaimana diberikan oleh Roh kepada mereka untuk mengatakannya.”
(Kis. 2:1-4)


“Apakah artinya kecerdasan dan talenta manusia yang fana tanpa sinar Roh Kudus? Apa artinya semua karunia alami tanpa rahmat?  Maka dari itu, umatku yang terkasih, carilah kemuliaan pada tempat yang sebenarnya. Namun, untuk kalian, jagalah dalam penghargaan dan karya yang besar semua gelar-gelar kehormatan yang sungguh-sungguh membuat kalian besar.  Hormatilah dengan sangat rahmat kesucian, karena melalui rahmat kita menjadi anak-anak Allah, kenisah-kenisah Roh Kudus, saudara-saudari dan anggota Yesus Kristus, ahli waris Tuhan sendiri.”
(P.J. Triest – Khotbah pada Minggu Pentakosta )


4.4.
 
Maria diangkat ke Surga



“Sebab Ia telah memperhatikan kerendahan hambaNya, dan untuk selamanya semua keturunan akan menyebut aku berbahagia. Karena Yang Mahakuasa telah melakukan perbuatan-perbuatan besar kepadaku, namaNya adalah kudus”
(Luk. 1:48-49)


“Maria akan datang menolong kita pada saat kematian kita sebagai seorang Ibu yang sejati dan baik hati, dia akan dengan suka cita berkata kepada kita: ‘Kamu telah begitu sering menyalamiku selama hidupmu maka sekarang aku datang untuk menghiburmu dalam penderitaanmu; begitu seringnya kamu telah menyebutku penuh rahmat maka kini aku datang untuk menuangkan dalam jiwamu dari kelimpahanku; begitu kerapnya kamu mengatakan padaku Tuhan besertaku maka sekarang aku datang untuk memberi tahu kepadamu bahwa kamu akan bersama dengan Tuhan untuk selama-lamanya; begitu seringnya kamu mengatakan padaku bahwa aku terpuji di antara wanita dan bahwa terpujilah buah tubuhku, maka sekarang aku berkata padamu bahwa kamu akan terpuji pula.’”
(P.J. Triest – Khotbah tanpa tanggal )
 
 
4.5.
 
Maria dimahkotai di Surga



“Suatu tanda besar tampak di langit: seorang perempuan berselubungkan matahari, dengan bulan di bawahkakiNya dan sebuah mahkota dari dua belas bintang berada di kepalanya.”
(Why. 12:1)


“Semakin tinggi Maria diangkat ke Surga, semakin dalam kerendahan hatinya.  Itu bukanlah cara dunia: semakin tinggi seseorang, semakin kurang kerendahan hatinya.  Yang Mahatinggi memilihnya sebagai BundaNya, suatu panggilan yang tak terlukiskan martabatnya. Dan malaikat turun dari surga untuk memberi pesan ini kepadanya.  Dia berkata bahwa Tuhan beserta dia.  Dia menyelamatinya.  Dia menyebutnya penuh rahmat.  Dan dari semua gelar kehormatan itu dia berseru: ‘Aku ini hamba Tuhan.’  Lihatlah betapa dalamnya kasih Tuhan yang mengharapkan agar kita menghormati Perawan Suci.  Karena Dia telah memberkatinya dengan semua rahmat sehingga kita dapat memperoleh apa saja yang kita butuhkan demi keselamatan kita sendiri berkat perantaraannya.”
(P.J. Triest –Catatan dan konferensi pada Pesta St. Bernardus )